Harus Dipidana Dengan Undang-undang Pers Pengancaman Dua Jurnalis Bukan 1 Tahun Penjara

OPINI

Penulis : Shandy Ramadhan Jurnalis yang bertugas di Bengkulu Utara, juga Anggota Bidang advokasi PWI Bengkulu Utara.

Kilas Bengkulu, Utara – Menjamurnya pers mewarnai belahan dunia belakangan ini bukan hanya membawa dampak positif bagi keterbukaan informasi pada masyarakat. Namun menjadi miris ketika kekerasan ataupun ancaman kekerasan justru mengancam keberadaan pers itu sendiri. Tentunya ancaman kekerasan yang dimaksud penulis adalah ancaman dengan tujuan untuk menghalang-halangi pers dalam menjalankan tugas pers itu sendiri. Hal ini tentunya bagian dari perbuatan melawan hukum.

Penulis merasa jika perbuatan yang diatur dalam Undang-undang pers layaknya perbuatan menghalang-halangi haruslah dijerat pidana sesuai dengan Undang-undang 40/1999 tentang Pers. Aturan pidana termuat dalam Pasal 18 Ayat (1). Meskipun terkadang terjadi beberapa perkara dimana juga bisa dikaitkan dengan aturan lain seperti KUHP. Namun tentunya insan pers dan para penegak hukum sudah tidak asing dengan istilah “Lex specialis Derogat Legi Generali”. Istilah Lex specialis Derogat Legi Generali merupakan asas hukum
yang setidaknya bermakna aturan hukum yang khusus mengesampingkan aturan hukum yang umum.

Terkait dengan pristiwa pidana yang menimpa dua Junalis asal Bengkulu Utara (BU) yang kini sudah diranah kepolisian. Penulis meyakini jika penyidik sudah sangat memahami jika profesi Pers dipayungi Undang-undang khusus yang sejajar derajadnya dengan Undang – undang lain. Penjelasan mengenai ini juga tertuang dalam Pasal 63 ayat (2)
KUHP yang isinya menyebutkan “Bila Suatu Perbuatan yang masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula dalam aturan yang khusus,
maka hanya yang khusus itulah yang diterapkan. Banyak pihak yang berpendapat jika kasus yang menimpa dua jurnalis di BU bisa dijerat dengan Pasal 335 ayat (1) ke 1’ KUHP. Kejadian tersebut bisa saja masuk di pasal ini, tentunya jika ada unsur perbuatan tidak menyenangkan yang diartikan sebagai bentuk ancaman yang
nyata.

Lalu apa bedanya … ?

Penulis melihat perbedaan yang mencolok. Terang saja yang paling jelas adalah terkait ancaman hukuman, dalam Pasal 335 KUHP jelas menyatakan ancaman hukuman paling lama hanya 1 tahun penjara atau denda paling banyak Rp. 4.500. Namun dalam pasal 18 ayat (1) UU Pers memuat ancaman hukuman paling lama 2 tahun penjara atau denda paling banyak Rp. 500 juta.

Selain itu, dalam Undang-undang Pers jelas mengatur lebih luas terkait perbuatan menghalang-halangi yang bisa dikenakan pidana. Dalam undang-undang tersebut menyebutkan melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi. Tentu penulis berpendapat segala bentuk ancaman termasuk perkatan yang menyancam keselamatan seorang jurnalis saat melaksanakan tugas adalah bentuk tindakan brutal. Selain itu, tujuan kedua jurnalis datang ke tempat kejadian adalah untuk menjalankan tugas sebagaimana diatur dalam Undang-undang Pers. Tentunya, segala tindak tanduk yang sesuai dengan Undang-undang Pers dan Kode etik Jurnalistik dilindungi undang-undang sebagai bentuk Kemerdekaan Pers sebagai hak asasi warga negara.

Tentunya kegiatan dalam menjalankan tugas yang mendapatkan halangan yang nyata dalam bentuk ancaman akan sangat berbeda dengan
kegiatan individu seseorang dan mendapatkan halangan dan ancaman yang bisa dijerat dengan Pasal 335 KUHP.

Diluar kejadian tersebut, penulis yakin jika tak ada orang yang sempurna. Banyak hal yang perlu diperbaiki dalam diri masing-masing insan pers, terutama penulis. Namun hal itu tentunya bukan suatu pembenaran atas terjadinya tindak pidana.

Editor Redaksi.

Baca Juga

Desa Arga Indah 2 Di Benteng Penyuluhan Terkait Kekerasan Terhadap Perempuan Dan Anak Tahun 2024, Ini Narasumbernya

Laporan : Anel Yadi Sabtu, 29 Oktober 2024 Kilas, Bengkulu Tengah –  Pemerintah Desa Arga …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *