Laporan : Anel Yadi
Selasa, 29 September 2020
Kilas Bengkulu – Kemelut lahan yang telah di terlantarkan pihak PT Pelabuhan Indonesia ll (Persero) cabang Bengkulu, selama lebih kurang sudah mencapai 41 tahun, yang di kuasai warga masyarakat, kini memasuki babak baru. Pihak PT. Pelabuhan Indonesia ll (Persero) cabang Bengkulu, mengundang berbagai pihak untuk melakukan rapat tindak lanjut pemantapan atau persiapan pemagaran dan pembongkaran bangunan serta pembersihan tiang patok dilahan HPL milik PT Pelindo 2 Bengkulu. Rapat di lakukan di ruangan rapat Bahari PT. Pelabuhan Indonesia ll (Persero) cabang Bengkulu, pada pukul 9.00.Wib, Selasa (29/9/2020).
Sebelum di mulainya rapat, jurnalis media ini, yang sempat sudah hadir di ruang rapat untuk memenuhi undangan pihak Koordinator ketua National Corruption Watch (NCW) Provinsi Bengkulu, Ikzan Nazir, SH, yang ikut terlibat rapat, di usir oleh oknum aparat penegak hukum (APH) mengunakan seragam anggota TNI. Diketahui oknum TNI yang menghalangi tugas jurnalis tersebut bernama Dedi Sikumbang.
“Saya tidak melarang atau mengusir pihak jurnalis (Wartawan). Ini perintah pihak menajemen PT Pelabuhan Indonesia ll (Persero) cabang Bengkulu. Agar mengeluarkan anda dari ruangan rapat,” jelas Dedi Sikumbang. Sementara pihak PT Pelindo II Bengkulu, belum memberikan hak jawab alasan rapat tersebut tidak boleh di liput wartawan.
Koordinator ketua National Corruption Watch (NCW) Provinsi Bengkulu, Ikzan Nazir, SH, menyayangkan sikap oknum TNI yang menghalangi tugas lembaga jurnalis sudah di lindungi hukum mendapatkan informasi.
“Sangat di sayangkan seorang jurnalis yang saya ajak dan saya undang, untuk menghadiri rapat tersebut di keluarkan oknum berseragam TNI, seharusnya hal itu tidak perlu terjadi. Karena wartawan merupakan lembaga yang penting serta di lindungi Undang-undang maupun negara untuk memperoleh, menguasai dan mendapatkan data untuk menyampaikan informasi ke publik,” ungkap Ikzan.
Lanjut Ikzan Nazir, SH, hasil rapat pihak PT. Pelabuhan Indonesia ll (Persero) cabang Bengkulu, berniat untuk melakukan pemagaran dan pembongkaran bangunan serta pembersihan tiang patok dilahan HPL yang sudah di telantarkan lebih kuran selama 41 tahun tersebut.
“Lahan milik PT. Pelabuhan Indonesia ll (Persero) cabang Bengkulu, yang di kuasai masyarakat tersebut sudah di terlantarkan selama 41 tahun. Jika pihak perusahan masih merasa mempunyai hak atas tanah itu, silahkan gugat pihak kami secara perdata di pengadilan negeri Bengkulu. Karena pihak perusahaan yang sudah menelantarkan lahan mencapai waktu tertentu, sertifikat HPL nya tentu sudah kadaluarsa sehingga tidak punya hak sama sekali lagi terhadap tanah tersebut. Harapan kita pihak PT. Polindo II Bengkulu, menempuh jalur hukum, jangan memaksakan kehendak apa lagi ingin memanfaatkan aparat penegak hukum untuk mengeksekusi lahan yang sudah di kuasai masyarakat, sehingga hal – hal yang tidak kita inginkan bisa terjadi,” tutup Koordinator ketua National Corruption Watch (NCW) Provinsi Bengkulu, Ikzan Nazir, SH.
Editor : Redaksi